Oleh : Yuyun Safitri
Saat ini agenda politik paling sensual yang banyak dibicarakan di publik adalah, mengenai wajah koalisi yang semakin tidak jelas arah dan tujuannya. Sebut saja Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai salah satu partai koalisi yang akhir-akhir ini terkesan menciderai kongsi politiknya yaitu Partai Demokrat. Hubungan keduanya semakin memanas, apalagi ketika PKS menyatakan tidak setuju dengan agenda politik yang direncanakan oleh Partai Demokrat (PD). Ketidaksetujuan tersebut berkaitan dengan perubahan RUU APBN 2012 tentang kenaikan BBM. PKS dinilai inkonsisten dalam menjalankan kontrak politiknya, ketidaksetujuan dari kubu PKS terhadap rencana kenaikan BBM tersebut kemudian berujung dengan isu dikeluarkannya PKS dari tubuh koalisi.
Kebohongan retorika terus diujarkan tanpa menemui kejenuhannya. Komitmen dan konsistensi gerak perpolitikan nasional sangat sulit ditemukan. Hari ini mengatakan merah, esok bisa saja putih bahkan sejam kemudian bisa saja mengatakan merah lagi. Kepentingan partai menjadi tujuan paling pokok, sementara kebutuhan rakyat semesta Nusantra diabaikan begitu saja. Amanah rakyat menjadi candu memabukkan yang melupakan segala-galanya, kekuasaan menjadi kejaran utama untuk memastikan sebagai yang terkuat.
Sketsa wajah negeri ini sungguh memperihatinkan, pijakan politik berbau imbalan semata itu telah membuat wajah negeri ini semakin kusam. Sebagai dampak paling kentara adalah penempatan individu partai pada posisi kementerian seringkali tidak akurat dengan kemampuan sang individu, sehingga tentu tidak akan pernah membuahkan hasil yang maksimal. Selain dari pada itu, Presiden yang mempunyai hak penuh dalam memilih rekan-rekan pembantunya di kementerian juga menjadi boneka dari para partai koalisi yang mengelilinginya, sehingga memungkinkan adanya pemudaran idealisme yang ada di tubuh Presiden sebagai sang pengendali pemerintahan. Dampak buruk itupun layaknya mata rantai yang saling berkaitan, sehingga pada akhirnya koalisi itu sendiri adalah kotoran yang najis dan menjijikan.
Sungguh hal di atas tidak semata provokasi belaka, tetapi adalah fakta yang secara implisit berlaku di tengah-tengah laju pemerintahan. Pada kasat mata, koalisi itu nampak begitu terpadu, tetapi pada kenyataannya masing-masing wakil partai yang duduk di kementerian bersuara atas partainya sendiri, sehingga secara tidak langsung merupakan komonitas yang hanya berkumpul secara fisik tetapi bercerai berai secara visi. Dirasakan atau tidak, dampak dari bercerai beraninya visi itu begitu sangat dirasakan ketika laju pemerintahan sering kali tersandung dengan kepentingan-kepentingan partai tertentu dalam koalisi itu sendiri. Fakta perseteruan PKS dan PD di atas merupakan salah satu contoh perpecahan visi tersebut. Jika kondisi riil pemerintahan seperti ini adanya, maka sangat mungkin laju pemerintahan saat ini tidak akan pernah memberikan perubahan yang berarti untuk bangsa tercinta ini.
Sumber : https://www.facebook.com/groups/101940266601132/153404261454732/?notif_t=group_activity