Proses Panjang Revitalisasi Musik Tradisi Semah Laut - Warta Kayong

Breaking

Selasa, 08 Oktober 2024

Proses Panjang Revitalisasi Musik Tradisi Semah Laut

  


Kegiatan Dokumentasi Karya Maestro Musik permainan laut dalam ritual Semah Laut ini adalah upaya penyelematan, dan pelestarian seni yang hampir punah di daerah Kabupaten Kayong utara tepatnya Desa Padang Pulau Karimata yang terisolir jauh dari keramaian. Kegiatan ini dilaksanakan oleh gabungan komunitas seni dan budaya di Kayong utara yang didukung oleh Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan tahun 2024.

Muhammad Reza sebagai pengusul kegiatan memaparkan Konsep Dan Bentuk Kegiatan revitalisasi yaitu :

1.      Riset ; dalam rangka penggalian dengan pelaku Maestro Musik tradisi semah laut yang Masih Hidup di desa padang pulau Karimata. hasil riset ini akan menjadi buku serta film Dokumenter. Riset ini dipimpin oleh Tim Ahli Cagar Budaya yang beranggotakan 5 orang dan praktisi musik tradisi dari Sanggar Simpang betuah. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan April –Mei 2024.

2.      Transformasi Ilmu/Pelatihan; Dari Maestro Musik Tradisi Semah Laut kepada para peserta dari anak anak setempat dan perwakilan Sanggar Simpang Betuah. Ilmu dari maestro yang diserap adalah tekhnik pukulan, gerak tari, syair, makna filosofi dan lain sebagainya. Hasil dari transformasi akan dipentaskan. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan  Mei – Juli 2024.

3.      Garapan Tari : tari semah laut ini adalah bentuk kreasi yang di garap oleh Sanggar Aok Am bersama Sanggar Simpang Betuah. Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan  Mei – Juli 2024.

4.      Pementasan; acara penampilan ini dibagi dua yakni dilakukan saat acara puncak ritual Semah Laut bekerja sama dengan panitia lokal Pulau Karimata. dimana dalam penampilan ini adalah para maestro langsung . kemduian yang kedua Penampilan setelah  garapan musk dan tari usai yang diperioritaskan pada hasil pelatihan dari transformasi ilmu Maestro Musik Tradisi Semah Laut bersama dengan peserta didik yang telah  melaksanakan latihan sebelumnya. Penanggung jawab dalam kegiatan ini adalah Lembaga Simpang Mandiri dan Perundohan tanah Simpang (PERTASIM). Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2024.

5.      Bedah Buku (Seminar) dan Launching dalam rangka menggali masukan dan saran dari rangkaian kegiatan awal hingga akhir sehingga menjadi satu draft buku. Kegiatan ini melibatkan lembaga Simpang Mandiri, Sanggar Simpang betuah, dengan mengundang sekolah serta komunitas. Kegiatan ini dilaksanakan bulan Oktober 2024.

6.      Workshop ;  Peningkatan kapasitas panitia. Bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Bidang Kebudayaan serta semua tim revitalisasi. Kegiatan ini dilaksanakan bulan September 2024.

 Para Tim revitalisasi mengawali kegiatan ini pada bulan april 2024 dengan rapat- rapat serta persiapan. Lalu pada awal bulan Mei mereka menyeberangi lautan melewati pelabuhan Sukadana  menuju lokasi yaitu pulau karimata tepatnya desa padang. Dengn kondisi cuaca dilaut yang tidak menentu, Kurang lebih 12 jam perjalanan mereka berada di lautan, dan akhirnya sampai dengan selamat di tujuan.

Sesampainya disana, para tim menginap di home stay masyarakat sekitar. Pada malam harinya diadakan rapat untuk kegiatan esok pagi. Dari hasil rapat tersebut mereka membagi dua tim riset dengan mendatangi para nara sumber musik tradisi semah laut serta tokoh masyarakat desa Padang yang telah di inventarisasi.

Kurang lebih empat hari mereka melakukan riset lapangan dengan menemui para nara sumber. Selain itu para tim juga berhasil mendapatkan beberapa data pendukung mengenai kesenian musk tradisi semah laut dalam bentuk rekaman musik dan gambar yang dimainkan langsung oleh maestronya.

Selain itu periset juga mendapatkan kahzanah kebudayaan serta sejarah mengenai penduduk Karimata. Mereka berhasil mendapatkannya dari nara sumber serta manuskrip yang di dukung kuat juga dengan temuan-temuan arkeologi.

Hasil data riset ini nanti akan diolah untuk dijadikan buku serta film dokumenter. Selain itu juga rerferensi oleh penata tari serta musik untuk dapat di revitalisasi. Kegiatan selanjutnya adalah proses transformasi ilmu dari para maestro kepada para seniman. Kegiatan ini berjalan selama 4 hari di Karimata.

Pada awalnya tim seniman sulit untuk mempelajari bagaimana musik tradisi ini dimainkan terutama dalam memahami lirik. Menurut Arif Surdandi salah seorang anggota tim transformasi mrerasakan bahwa lirik atau syair yang dilantunkan langgamnya sangat unik dan khas sehingga sulit dipahami. Namun pelan – pelan pak Jabar,  yakni sang maestro membantu dalam penulisan lirik satu persatu sehingga agak mudah dimengerti oleh si pelantun yang sedang belajar.

Selain belajar lirik dan musik, mereka juga belajar bagaimana pola pukulan tetawak (gong ) dan gendang. Proses penyerapan atau belajar tersebut berlangsung menggembirakan. Para tim transfomasi merasa mendapatkan ilmu baru. Setelah mendapatkan ilmu trersebut kemudian mereka nanti saat pulang akan latihan untuk memperdalam kembali.


Tentang Semah laut dan Musik tradisi Pemainan Laut

Interaksi masyarakat Pulau Karimata yang berasal dari berbagai latar belakang selama beratus-ratus tahun telah membentuk sebuah budaya yang unik. Salah satunya adalah tradisi ritual Semah Laut yang saat ini masih dipertahankan oleh penduduk Karimata, khususnya Desa Padang Kecamatan Kepulauan, Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat.

Dalam tradisi Semah Laut sendiri terdapat beberapa perkawinan antar budaya, baik penduduk pendatang maupun pribumi, atau yang terlebih dahulu mendiami Pulau Karimata. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya; dari mulai  penamaan tradisi Semah Laut, tarian, musik, syair dan peralatan ritual serta istilah-istilah yang digunakan oleh para pemimpin ritual.

Arti Semah merupakan sebuah pemberian atau berupa jamuan makanan yang diberikan kepada  orang halus (jin/hantu). Kata semah merupakan pengaruh dari bahasa melayu yang sering dipakai pada masa kejayaan Malaka, yang pada masa itu juga pernah membawahi daerah lingga, dimana daerah itu adalah kampung halaman Batin Galang, yang kemudian ia bersama pasukan lautnya mendiami Pulau Karimata pada tahun 1765  bersama rombongan Tengku Bungsu.

Jika dilihat dari kebiasaanya yang hidup dilaut dan juga sebagai pemimpin pasukan laut, maka kemungkinan dimasa kedatangan orang orang dari pulau galang. Atau masyarakat setempat menyebutnya Batin Galang,  yang kemungkinan memperkenalkan ritual Semah Laut kepada penduduk Karimata, yang kemudian menjadi kebiasaan turun temurun hingga saat ini.

Dalam acara ritual Semah Laut tidak dapat dipisahkan juga dengan tarian dan musik, serta syair yang selalu mengiringi, baik dalam acara pembukaan hingga arakan dan pelepasan Jung (kapal). Masyarakat setempat menyebut musik tersebut adalah “permainan laut” atau musik pemain laut saja.

Selain dipakai untuk mengiringi  acara tradisi ritual semah laut, musik pemain laut ini juga berfungsi untuk menghibur jikalau ada yang mau membayar niat ( bernadzar). Misalkan bernadzar jikalau anak khitanan ataupun yang lainnya. Konon pada tahun 200-an ke bawah, musik pemain laut ini juga sebagai sarana hiburan yang umum, seperti dalam acara hajatan menikah dan acara formal lainnya.

Jabar yakni seorang maestro musik pemain laut yang masih hidup menuturkan bahwa, pada zaman dia masih muda sempat main kemana mana mengikuti ayah dan pamannya. Terakhir ia dan grup musik pemain laut mengisi acara formal di Desa Tanjung Satai sekitar tahun 1995 dan setelah itu tidak pernah lagi.

Masih menurut pak Jabar, bahwa dulu selain musik pemain laut juga ada kesenian lain seperti mendu (teater tradisional), jepin, dan hadrah tradisi, namun sayangnya saat ini kesenian  tersebut sudah hampir punah, bahkan untuk mendu sendiri telah punah karena tidak ada yang mewarisinya.

Dalam perjalannya musik pamin laut ini banyak  mengalami perubahan, misalnya saja dalam musik pemain laut saat sekarang, pemainnya hanya terdiri dari lima orang yang terdiri dari pemain gong (tetawak) dua orang , dan gendang ada tiga orang. Namun dahulu pernah hingga delapan bahkan ada pemain tambahan yang memainkan alat musik piul (biola). Seiring berjalannya waktu karena pemainnya telah meninggal dan tidak ada yang mewarisinya, maka akhirnya tingal pemain gendang dan tetawak (gong).

dahulu sebelum musik pemain laut ini mulai dimainkan, peralatan musik akan dirabun (diasapi) dengan kemenyan dan dioakan agar nantinya penampilan berjalan baik dan lancar.  Untuk saat ini ritual tersebut sudah tidak dilakukan.

Jika diperhatikan dari alunan musik dengan tiga buah gendang dan dua buah gong, atau tetawak serta tarian yang sederhana mengelilingi Jung tersebut, sekilas mirip dengan musik serta tarian yang dibawakan oleh beberapa masyarakat Dayak, pada saat melakukan ritual tertentu. Misalnya  Suku Dayak yang paling dekat dengan wilayah pesisir, adalah Suku Dayak Simpank dan Suku Dayak Kayong.

Dalam tradisi Dayak Simpank, untuk ritual pengobatan atau yang  dikenal dengan istilah baboren, juga diiringi musik serta tarian yang khas. Jika di amati secara seksama antara rentak dan alunan musiknya memiliki kesamaan dengan musik pemain laut serta tari yang mengiringi ritual Semah Laut di Pulau Karimata.

Begitu juga dengan lantunan nada yang diiringi musik, dalam acara Semah Laut menggunakan bait syair melayu lama, namun sekilas nadanya mirip dengan nada seni Bedudu atau Betoto yang di miliki oleh salah satu sub Suku Dayak serta masyarakat melayu Simpang Matan. Tampaknya dari satu paket musik, tarian dan syair yang mengiringi ritual acara nyemah laut di Karimata ini, memiliki hubungan yang erat dengan beberapa tradisi yang ada pada sub Suku Dayak serta Melayu Simpang Matan bahkan di tempat lain, seperti Sambas, kepulauan riau dan lain sebagainya.

Tarian yang dilakukan pun terlihat tampak sederhana dan tak beraturan, masing-masing penari mengikuti rentak dari gendang dan tetawak yang ditabuh, sambil membunyikan suara-suara yang pekik dan jeritan yang khas. Busana yang mereka kenakanpun dari bahan apa saja, namun yang khas selalu dibagian penutup wajah atau topeng. Dimana topeng mereka warnai dengan wujud yang bermacam macam. Jika dahulu topeng ini dibuat dari bahan alam seperti upih pinang ataupun sagu yang dibentuk sedemikian rupa, namun saat ini mereka membuat dengan bahan bahan moderen seperti kertas, plastik dan lain lain.  MH

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar