ONGKOS PEMIMPIN


Perlu ongkos (dana) besar untuk jadi pemimpin. Semuanya diukur dengan matarei (uang), mulai dari biaya partai, biaya kampaye, biaya di TPS hingga biaya ke audiens, miliaran bahkan triliunan bisa terkuras hanya demi kekuasaan duniawi.

Benarkan demokrasi yang dianut bangsa ini? Apakah logis biaya kampaye itu lebih mahal dibanding dengan kesejahteraan masyarakat atau bangsa ini? Ternyata sistem demokrasi yang dianut bangsa ini telah membentuk kader dan karakter bangsa yang matrealis, egoisme dan monopolistik sehingga cenderung skuler, mengabaikan agama demi kekuasaan. Pada hal kekuasaan itu amanah, dan setiap amanah itu harus dipertanggungjawabkan baik terhadap manusia maupun Tuhan.

Besarnya ongkos untuk jadi pemimpin negeri ini tak jarang harus meguras APBN/APBD yang jumlahnya ratusan miliar/triliyuna, baik yang khusus dialokasikan untuk biaya pemilu maupun APBN/APBD yang dimanfaatkan oleh incambant untuk kepentingan jabatan priode keduanya. Belum lagi ongkos pribadi untuk kampaye yang dikeluarkan para kadidat pemimpin, terlepas itu dari uang halal atau haram, namun yang pasti ongkos yang dikeluarkan sagat pantastis dan berpotensi mendorong ia menjadi korup ketika menjabat demi mengembalikan modal kampaye yang begitu tinggi. Jika priode pertamanya untuk pencitraan dan penunjukan jati diri serta janji politiknya sebelum menjabat, namun kita wajib hati-hati pada jabatan priode keduanya. Priode kedua bisa menjadi ladang ia untuk mengembalikan modal kampaye priode pertama dan keduanya. Rekomendasi/ijin elegal pun bisa menjadi alternatif demi mengembalikan ongkos kampaye sebelum menjabat.

Jika demokrasi ini tidak segera direformasi, maka bisa jadi bangsa ini tidak lagi menyembah Allah sebagai Tuhannya, namun menyembah materi/harta dan penguasa sebagai Tuhan yang menentukan nasibnya. Dan jika mereka bicara tentang kesejahteraan untuk masyarakat, itu tidak lebih dari retorika mereka (pemimpin) demi menghibur hati rakyatnya yang sedang menjerit kelaparan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama